JUsT LeArN 'n LEaRn… fRoM Now On 'tiL ThE eNd..

April 22, 2016

10 Pertanyaan Fundamental Dalam Proses Pernikahan

Filed under: Uncategorized — upikjoe @ 1:08 am

bersamaislam.com – Menikah adalah salah satu aktivitas hidup manusia yang merupakan sarana penyaluran fitrah kemanusiaan dan sekaligus menjalankan tuntunan agama. Fitrah manusia adalah berpasangan dan menjadi tenang serta seimbang hidupnya dengan melaksanakan pernikahan yang sah sesuai ajaran agama maupun aturan negara.

Menikah adalah gerbang membentuk kehidupan rumah tangga, yang menjadi unit terkecil penyusun kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Hidup berumah tangga harus diniatkan untuk selamanya, bukan untuk waktu yang tertentu dan terbatas. Untuk itu, setiap lelaki dan perempuan yang hendak melaksanakan pernikahan hendaknya memiliki cukup kesiapan untuk menjalaninya.

Sepuluh pertanyaan berikut ini menjadi sarana untuk mengetahui tingkat kesiapan anda dalam memasuki dunia rumah tangga. Coba baca baik-baik pertanyaannya, dan jawab dengan tegas dan jelas.

1. Mengapa aku menikah?
Mengapa aku menikah

Pertanyaan ini merupakan bagian mendasar untuk mengetahui motivasi dan visi anda dalam menjalani pernikahan. Mengapa anda menikah? Cobalah menjawab pertanyaan ini dengan sungguh-sungguh, karena merupakan bagian yang sangat fundamental dalam menempuh kehidupan berumah tangga nantinya.

Jawaban dari pertanyaan ini adalah motif dasar dari perinikahan yang akan anda lakukan. Apakah menikah karena dipaksa keadaan, atau karena menuruti keinginan, atau karena menyalurkan hasrat, atau karena motif lainnya. Semestinyalah menikah itu bukan hanya karena “aku ingin menikah”, namun harus memiliki landasan yang sangat kokoh dan mulia.

Ada sejumlah alasan yang sangat fundamental dalam pernikahan yang membuat hidup berumah tangga tidak terombang-ambing dalam kebingungan, dan tidak modah goyah oleh permasalahan dan tantangan. Jangan sampai gagal mendefinisikan motif dasar dalam melaksanakan pernikahan dan membentuk rumah tangga dengan si dia. Menikah adalah ibadah, bagian dari pelaksanaan syari’ah, mencontoh ajaran sunnah. Bukan semata-mata menyalurkan keinginan dan fitrah, namun bagian sangat penting dalam pembentukan peradaban kemanusiaan yang bermartabat.

Menikah merupakan pintu membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, yang akan mengoptimalkan berbagai potensi dan membentengi manusia dari kehancuran akibat penyimpangan moral. Anda harus mampu memverbalkan dan memvisualisasikan motivasi serta visi pernikahan anda dengan jelas. Kemampuan memverbalkan motivasi dan visi pernikahan adalah bagian dari kejelasan proses pernikahan anda. Sebaliknya kegagapan dalam memvisualisasikan motivasi serta visi bisa menjadi indikasi kebelumsiapan anda dalam mengelola biduk rumah tangga.

2. Apakah aku sudah siap menikah?
Apakah aku sudah siap menikah

Pertanyaan berikutnya yang harus mampu anda jawab dengan tepat adalah, apakah anda sudah siap menikah? Apa indikasi kesiapan yang sudah anda miliki? Coba narasikan tentang kesiapan menikah yang sudah anda miliki saat ini. Kendati anda sudah memiliki motivasi yang lurus dan benar tentang pernikahan, namun secara individual harus dipastikan bahwa memang sudah memiliki kesiapan untuk melaksanakannya.

Ada berbagai bentuk persiapan yang harus anda miliki sebelum menikah, sejak dari kesiapan spiritual, kesiapan moral, kesiapan mental, kesiapan intelektual, kesiapan finansial, kesiapan manajerial, kesiapan fisik dan kesiapan sosial. Coba cermati kondisi anda saat ini, apakah anda sudah benar-benar siap untuk menikah dan melepas masa lajang anda yang penuh kebebasan? Apakah masih ada keraguan pada anda untuk memasuki dunia rumah tangga? Mungkin ragu dengan kesiapan mental anda, atau ragu dengan kesiapan finansial yang anda rasakan kurang memadai?

Jika masih ada keraguan, definisikan dengan lebih jelas dan detail, pada sisi apa yang meragukan anda. Setelah menemukan hal yang meragukan, segera cari jawabannya agar membuat anda tidak lagi ragu-ragu melangkah menuju gerbang pernikahan. Tuntaskan keraguan anda, cari kepastian dan jawaban yang melegakan sehingga anda yakin dengan langkah yang akan anda tempuh.

3. Mengapa aku memilih dia?
Mengapa aku memilih dia

Pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa anda memilih dia sebagai calon pasangan hidup anda? Apakah anda yakin dengan pilihan anda? Anda yakin tidak terjebak casing luar tanpa mengetahui kejiwaan calon anda? Anda harus memiliki alasan yang kuat bahwa anda memilih dia menjadi calon suami atau calon istri, karena pernikahan adalah peristiwa yang berdampak seumur hidup bahkan sampai ke akhirat kelak. Apakah anda memilih dia karena kecantikan fisiknya, karena body seksinya, karena ketampanannya, karena kekayaannya, karena gayanya, atau karena apa?

Hal penting yang harus anda ketahui adalah bahwa tidak ada manusia sempurna hidup di zaman kita ini. Semua manusia memiliki sisi kekurangan dan kelemahan. Anda memiliki kelemahan, si dia juga memiliki. Anda dan si dia adalah dua makhluk yang tidak sempurna. Maka jangan menuntut kesempurnaan pada pasangan anda setelah anda menetapkan pilihan kepadanya. Jangan ada paksaan dan keterpaksaan dalam menentukan pilihan calon suami atau calon istri.

Anda harus menentukan pilihan dalam suasana merdeka, tanpa tekanan ketakutan atau paksaan. Tanyakan lagi, mengapa anda memilih dia? Pertanggungjawabkan jawaban anda ini, agar kelak anda tidak menyalahkan siapapun seandainya terjadi konflik dan masalah dengan pasangan hidup  pilihan anda tersebut.

4. Apakah dia jodohku?
Apakah dia jodohku

Bagaimana anda menjelaskan, apakah si dia memang jodoh anda? Tidak seorang pun mengetahui siapa jodohnya, sebelum kejadian. Namun pertanyaan ini penting dijawab untuk mengetahui tingkat keyakinan anda akan pilihan anda. Jangan hanya karena ketemu di pasar senggol lalu anda jatuh cinta dan langsung menikah tanpa proses penyamaan visi dan motivasi hidup berumah tangga.

Jangan karena terlanjur terjadi accident lalu anda dipaksa menikahi seseorang tanpa berpikir jangka panjang. Karena pada dasarnya anda tidak mengetahui apakah si dia memang jodoh anda, maka anda harus meminta pertolongan kepada Dia Yang Maha Tahu. Dialah yang Maha Mengetahui segala yang tampak maupun yang tersembunyi. Tanyakan kepada Dzat Yang Memiliki jiwa anda dan jiwa pasangan anda, apakah anda berdua memang berjodoh?

Lantunkan doa, tunaikan shalat istikharah, untuk mendapat isyarat petunjuk dariNya. Jangan merasa sok tahu, jangan merasa sudah mengerti, karena sesungguhnya tidak seorang pun mengetahui jodohnya. Lakukan istikharah untuk meminta petunjuk dan bimbingan Allah bahwa si dia memang jodoh anda. Biarlah ketentuanNya yang akan menghantarkan anda menuju kepada pilihan terbaik, yang akan menjadi jodoh di dunia dan akhirat.

5. Apakah aku tengah jatuh cinta kepadanya?
Apakah aku jatuh cinta

Coba kenali perasaan anda sendiri terhadap si dia. Apakah saat ini anda tengah dikuasai perasaan jatuh cinta terhadap si dia? Jika anda tengah berada dalam kondisi jatuh cinta, maka seluruh bagian tubuh anda telah terinveksi oleh si dia yang anda cintai. Semua perhatian, pikiran dan perasaan anda saat ini adalah tentang si dia. Yang membahagiakan, menyedihkan, menenangkan dan menggelisahkan anda adalah si dia.

Jika seperti ini kondisi anda, maka ketahuilah anda sudah tidak bisa rasional menjawab semua pertanyaan fundamental ini. Bagi orang yang sudah jatuh cinta, jawaban dari semua pertanyaan fundamental ini tentu sangat positif. Seakan-akan anda sangat mengenalinya, seakan-akan anda sangat mengerti dirinya, seakan-akan anda siap hidup bersamanya dalam suka dan duka. Padahal pernikahan itu bukan seakan-akan, tetapi dunia yang sangat nyata. Dunia yang harus anda hadapi sehari-hari bersama si dia. Jatuh cinta telah membutakan anda, sehingga segala kekurangan dan kelemahannya tidak tampak di mata anda.

Kelak kekurangan dan kelemahan pasangan akan terungkap saat anda berdua sudah bangun dari jatuh cinta tersebut. Di saat itu semua hal menjadi tampak realistis dan apa adanya. Di saat itu anda baru menyesali keputusan menikah dengan si dia, karena terlanjur dimabuk cinta. Maka kenali dengan tepat kondisi anda saat ini, apakah anda sudah terlanjur jatuh cinta kepada si dia? Jika sudah terlanjur, anda harus berusaha menetralkan perasan itu demi mendengar masukan dan pertimbangan dari orang lain tentang rencana pernikahan anda dengan si dia.

6. Apakah aku siap menjalani hidup bersamanya?
Apakah aku siap menjalani hidup bersamanya

Tanyakan kepada diri anda sendiri, apakah anda siap menjalani hidup bersama si dia dalam segala kondisinya? Dengan segala keadaannya? Baik yang anda ketahui sekarang maupun yang segera anda ketahui setelah menikah? Sebelum menikah, mungkin anda hanya mengetahui sisi-sisi yang menarik darinya. Apalagi jika anda sudah terlanjur jatuh cinta kepadanya, anda tidak melihat sedikitpun kekurangan yang membuat anda menjadi ragu terhadap si dia.

Coba pikirkan kembali masak-masak. Hidup dengan orang sama dalam waktu yang lama, yang watak dan karakternya sudah terbentuk dalam waktu lama sejak belum bertemu dengan anda. Dia sudah dewasa dan menjadi seseorang yang utuh, sebagaimana anda juga sudah dewasa dan menjadi pribadi yang utuh. Masing-masing dari anda harus berusaha memahami, mengerti dan menyesuaikan karakter masing-masing yang pasti berbeda.

Siapkah anda hidup dalam berbagai perbedaan karakter yang pasti muncul di antara anda berdua? Siapkah anda menghadapi berbagai ujian dan tantangan hidup bersamanya? Siapkah anda menghadapi permasalahan dan berbagai perbedaan dengan si dia? Siapkah anda menundukkan ego demi keutuhan keluarga? Siapakah anda mengalah demi kebahagiaan bersama? Siapkah anda meminta maaf dan memaafkan kesalahan pasangan anda bahkan sebelum ia meminta maaf dari anda?

Itulah makna menjalani hidup bersama si dia, karena kehidupan berumah tangga itu tidak hanya akan ketemu hal-hal yang menyenangkan dan sesuai harapan saja, namun juga bisa bertemu hal-hal yang tidak menyenangkan dan tidak sesuai harapan.

7. Siapkah aku menyesuaikan diri dengan harapannya?
Siapkah aku menyesuaikan diri dengan harapannya

Pertanyaan berikutnya adalah, siapkah anda menyesuaikan diri dengan harapannya? Kita tahu, harapan adalah yang membuat hidup kita menjadi bersemangat. Dalam menjalani kehidupan berumah tangga, tentu ada sejumlah harapan yang ingin diwujudkan. Termasuk harapan yang diinginkan ada pada diri pasangan.

Semua orang memiliki harapan dalam pernikahan, demikian pula anda. Ketika telah menikah anda bisa kecewa karena harapan anda tidak menjadi kenyataan. Demikian pula pasangan anda bisa kecewa karena harapan dia terhadap anda tidak menjadi kenyataan. Masalahnya, anda tidak bisa sekedar menuntut agar pasangan anda menyesuaikan diri dengan harapan anda. Bahkan anda harus berusaha menyesuaikan dengan harapan dia.

Tahukah anda bahwa anda sudah tidak bisa lagi untuk menyatakan “aku ingin menjadi diri sendiri” setelah menikah? “Be yourself” adalah pernyataan mereka yang masih lajang dan belum menikah. Setelah menikah, anda harus menjadi seseorang seperti harapan pasangan. Bukan menjadi diri sendiri. Siapkah anda berubah dan menyesuaikan diri dengan harapan pasangan anda? Karena dia tidak akan berubah sepanjang anda juga tidak bersedia berubah. Konon, berubah adalah aktivitas yang paling sulit dilakukan oleh orang yang sudah mapan.

8. Siapkah aku menjadi bagian dari keluarga besarnya?
Siapkah aku menjadi bagian dari keluarga besarnya

Tanyakan kepada diri anda sendiri, apakah anda siap menjadi bagian dari keluarga besar pasangan hidup anda? Menikah itu bukan hanya bertemunya seorang lelaki dan seorang perempuan yang disahkan oleh agama dan negara, namun menikah sekaligus akan menyatukan dua keluarga besar. Anda tidak akan bisa bahagia jika hanya menerima si dia tetapi menolak orang tuanya. Anda tidak akan bisa bahagia jika si dia hanya menerima anda tetapi menolak orang tua anda.

Menikah itu menyatukan pula dua keluarga besar dalam satu ikatan kekeluargaan. Jangan hanya berpikir sempait, bertemunya anda dengan sia dia. Anda harus sadar sepenuhnya, setelah menikah anda akan menjadi bagian utuh dari keluarga besar pasangan anda. Demikian pula pasangan anda akan menjadi bagian utuh dari keluarga besar anda. Dengan menikah anda memiliki orang tua baru yang anda sebut mertua.

Anda harus menerima dan menghormati serta memperlakukan mertua seperti orang tua sendiri. Anda tidak boleh menolak berinteraksi dengan keluarga besar pasangan. Anda juga tidak boleh membatasi hanya berinteraksi dengan keluarga besar anda sendiri, tanpa melibatkan pasanan anda di dalamnya. Anda dan pasangan anda harus saling belajar dan mendukung untuk berinteraksi dengan kedua pihak keluarga besar secara adil.

9. Bagaimana aku mengelola rumah tangga bersamanya?
Bagaimana aku mengelola rumah tangga bersamanya

Mengelola rumah tangga itu perpaduan antara teori, seni dan pengalaman. Tentu saja ada sejumlah teori pengelolaan rumah tangga, namun ia bukan sekedar teori, namun suatu seni yang diperkaya dengan pengalaman. Pada kenyataannya kondisi hidup berumah tangga itu selalu penuh dinamika, karena situasi yang dihadapi setiap hari selalu berbeda-beda. Keluarga yang baru saja dibentuk dengan pernikahan, situasinya berbeda dengan ketika mulai ada janin di perut istri. Keluarga dengan bayi kecil berbeda dengan saat anak sudah remaja dan dewasa.

Keluarga dengan satu anak berbeda dengan yang anaknya tiga atau lima. Keluarga yang anak-anaknya masih sekolah berbeda dengan keluarga yang anak-anaknya sudah lulus kuliah. Begitu seterusnya, tidak pernah menghadapi situasi yang sama. Setiap hari ada yang berubah dan berbeda. Siapkah anda mengelola rumah tangga bersamanya dalam rentang waktu panjang dan dengan suasana yang selalu berbeda-beda? Anda harus selalu berada dalam suasana belajar untuk menerima si dia secara apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Anda berdua harus terbuka tentang pengelolaan ekonomi keluarga.

Jika anda berdua sama-sama bekerja dan produktif menghasilkan uang, bagaimana pola pengeluaran keuangan anda? Bagaimana cara anda berdua untuk mencukupi keperluan hidup berumah tangga? Jika yang bekerja hanya suami saja, bagaimana anda harus mengelola sumber keuangan dan menyalurkan untuk semua pos yang diperlukan dalam kehidupan keseharian?

Hal-hal seperti ini harus anda pahami dari awal, agar muncul kecurigaan, kekecewaan dan tuduhan satu dengan yang lain. Anda harus meneriuma realitas keterkejutan anda untuk melihat hal-hal dari pasangan yang belum pernah anda ketahui sebelumnya. Itulah dinamika hidup berumah tangga, dimana anda dan pasangan hidup anda harus selalu bersedia untuk saling menerima, saling memberi, saling menjaga, saling menghormati, saling mengahrgai dan saling menyesuaikan diri.

10. Siapkah aku memiliki anak?
Siapkah aku memiliki anak

Salah satu tujuan berumah tangga adalah memiliki anak keturunan. Apakah anda siap menerima kehadiran buah hati, kemudian mengurus, mendidik dan menghantarkannya hingga dewasa? Bahkan seandainya kehadiran janin ini di luar perencanaan anda berdua, atau tidak dikehendaki oleh anda berdua. Anda harus benar-benar siap secara mental spiritual, siap secara fisik dan finansial untuk menyambut kehadiran anak dalam kehidupan pernikahan.

Bagi anda calon istri, apakah anda siap hamil dan melahirkan dengan segala resiko dan penuh rasa cinta terhadap janin anda? Anda tahu ada sangat banyak kesibukan tambahan akibat kehamilan dan melahirkan. Anda harus lebih pandai dalam membagi waktu, perhatian, tenaga dan pikiran setelah kelahiran anak. Agar semua tetap seimbang dan tetap terkelola dengan sebaik-baiknya. Anak akan sangat lengket dengan anda, karena sejak dalam kandungan sudah bersama anda, setelah kelahiran langsung meminum air susu anda, dan anda selalu mengurus semua keperluan anak 24 jam sehari semalam.

Bagi calon suami, siapkah anda menjadi suami siaga yang menemani dan siap mengantar istri kapanpun ke rumah sakit saat tiba waktu bersalin? Anda harus menemani saat istri mengejan untuk melahirkan bayi. Anda harus membersamai istri, saling membantu dalam mengurus keperluan anak. Bayi anda akan sering terbangun dan menangis di malam hari saat anda dan istri anda lelah, namun anda harus terbangun dan terjaga demi si buah hati.

Apalagi ketika bayi tengah sakit, anda harus mengurusnya di tengah kesibukan anda bekerja. Tidak boleh anda serahkan begitu saja semua urusan anak hanya kepada istri anda, karena itu adalah buah hati anda berdua. Ketika anak mulai tumbuh membesar anda harus memilihkan pendidikan terbaik untuknya. Anda berdua wajib mendampingi anak-anak sampai menghantarkannya menuju dewasa, dengan segala persoalan dan dinamika yang mereka hadapi.

Anda berdua berkewajiban mendidik anak-anak menjadi salih dan salihah, yang menjadi penyejuk mata orang tuanya.

***

Demikianlah sepuluh pertanyaan fundamental sebelum anda memutuskan untuk menikah dengan si dia. Semua jawaban anda atas sepuluh pertanyaan di atas menjadi bagian dari upaya mengetahui kekuatan kesiapan anda.

Penulis: Cahyadi Takariawan

Desember 24, 2013

Ketika Bunda Jatuh Cinta

Filed under: Uncategorized — upikjoe @ 1:40 am

Dear, Anakku,
anakku yang kini tengah beranjak dewasa,
anak perempuanku yang mukanya bersemu merah ketika melihat seseorang,
anak lelakiku yang tak lupa mencuri pandang ketika berpapasan dengan seseorang.

Dear, Anakku,
anakku tersayang yang tengah mencari jalan menuju dewasa,
anakku yang sering kali mencerna makna lewat tulisan teman sebaya,
anakku yang lebih percaya pada perkataan teman sebaya.

Dear, Anakku,
yang saat ini dunianya dipenuhi ribuan kata cinta,
baik dari perkataan dan tulisan,
seolah-olah cinta adalah gelombang,
yang siap menghempasmu kapan saja,
ketika kau berdiri di bibir pantai (atau dalam hal perasaan, kau berada di ujung kesadaran).

Dear, Anakku,
yang mungkin saat ini sibuk dengan pesan-pesan di dunia maya bertabur kata cinta,
kepada seseorang yang dianggapnya istimewa,
yang memberikan bunga, yang menjanjikan harapan masa depan,
yang ‘menurutnya’ memberikan sandaran.

Dear, Anakku,
tidakkah kau kenyang jika terlalu banyak makan?
Lantas mengapa kau tidak pernah ‘kenyang’ ketika menikmati perasaan yang kau sebut cinta itu?
Kalau kau tidak pernah ‘kenyang’, bukankah yang kau rasakan hanya segumpal asap?
Ia kosong, Anakku, maka pikirkan lagi kekosongan yang kau sebut sebagai cinta itu.

Ilustrasi (inet)

Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Baiklah, sebelum kau muak dengan kata-kata ‘Dear, Anakku’ itu, izinkan bunda yang sudah lama tidak menulis ini, mengguratkan sebuah pena agar kau mengetahui sesuatu. Sebelum terlalu banyak kisah ‘cinta’ yang kau mimpikan, izinkan bunda menceritakan sesuatu.

Dulu, bunda tidak mengerti tentang apa itu cinta. Seiring dengan berjalannya kehidupan bunda di dunia, perasaan cinta itu mulai tumbuh. Tahukah kau mengapa ia tumbuh? Ia tumbuh karena kehangatan, kebaikan, dan kasih sayang yang diberikan oleh kakek dan nenekmu. Ketika bunda menangis minta permen (padahal bunda tidak boleh makan permen), nenek datang dan mengajak bunda untuk memanggang kue. Ketika bunda terjatuh dari sepeda roda dua, kakek datang dan memasangkan dua buah roda bantu. Ketika bunda menginginkan baju baru, nenek diam-diam menabung dan di akhir bulan, ia membelikan baju itu untuk bunda. Ketika bunda menginginkan sepatu baru, kakek menghadiahinya untuk bunda, meskipun harus berpuasa beberapa hari.

Bunda telah jatuh cinta pada kakek dan nenekmu sejak dulu. Bunda telah jatuh cinta pada nenekmu, yang begitu bijak menyikapi kenakalan masa remaja bunda. Bunda telah jatuh cinta pada kakekmu, yang bersusah-payah mencari uang, demi membayar pendidikan bunda…

Di tahap selanjutnya kehidupan bunda, bunda telah jatuh cinta pada ayahmu. Tahukah kau mengapa ia tumbuh? Ia tumbuh ketika bunda menyaksikan seorang lelaki yang begitu berani, mengikatkan tali-yang-kuat atas nama Allah di depan kakekmu. Ia tumbuh, sesaat setelah semua perasaan itu bukanlah menjadi masalah. Ia tumbuh dan semakin kuat ketika bertahun-tahun bunda menjalani kehidupan bersamanya. Kami bersama, berusaha melunasi cicilan rumah. Kami bersama, shalat berjamaah di hari-hari hujan. Kami bersama, cemas panik dan bahagia ketika menyambut kelahiran bayi pertama. Kami bersama, menjadi pasangan terbahagia kala menyaksikan dirimu berjalan tertatih dengan kaki-kaki mungilnya. Kami bersama, khawatir akan biaya pendidikanmu yang semakin mahal. Kami bersama, diam-diam di kala engkau tertidur, datang mencium keningmu (karena kau sudah tak lagi mau dicium), berbisik lirih, memanjatkan doa agar kau tetap menjadi anak yang shalih/shalihah. Kami bersama, mendiskusikan rencana kehidupanmu di masa depan, pendidikanmu, kesehatanmu, moralmu, akhlakmu… Kami bersama memikirkanmu semata-mata kau lah titipan Allah untuk kami. Kau lah tanggung jawab kami, Anakku. Kau pun yang akan menjauhkan kami kelak dari api neraka jikalau doa-doamu untuk kami tersampaikan dengan tulus. Kami bersama untuk dirimu dan semua kebersamaan itu membuat bunda jatuh cinta.

Ketika bunda jatuh cinta pada ayahmu, rasanya seluruh semesta mendoakan kami di atas rumah mungil ini.
Ketika bunda jatuh cinta, tahukah kau pada siapa bunda jatuh cinta lagi?
Pada tangisanmu di malam hari, Anakku.

Malam-malam pertama hidupmu, bunda menungguimu bergantian dengan ayah, khawatir kau menangis, mengompol, lapar, haus, kedinginan… khawatir, tiba-tiba bayi mungil ini tidak menangis lagi. Bunda jatuh cinta pada tangisanmu yang menandakan bahwa kau kecil tetap bergeliat hidup di dunia ini. Kau kecil tengah menempuh masa-masa terhebat beradaptasi dengan dunia ini. Kau kecil… membuat bunda jatuh cinta.

Cinta itu tumbuh begitu saja. Ia mengalir, mengalir melalui dinding rumah tempat kau bersandar ketika belajar berjalan, dinding rumah sebagai “papan tulis” pertamamu. Ia mengalir melalui air hangat yang tiap pagi dan sore bunda gunakan untuk memandikanmu. Bahkan ia mengalir melalui tangisan-tangisanmu, tangisan yang menandakan kau membutuhkan sosok bunda.

Bunda jatuh cinta pada dirimu, Anakku.
Ketika gigi-gigimu mulai tumbuh, kau belajar makan sendiri. Kau makan berantakan, ayah membersihkan. Kau terbalik menggunakan sendok, bunda membetulkan. Itu sungguh proses yang menjadikan cinta bunda semakin besar.

Bunda jatuh cinta pada dirimu, dirimu yang… ah, bagaimana bunda mengatakannya, mengingatnya saja sudah membuat bunda mengharu-biru. Ketika kau mengucapkan dengan sempurna kata “ayah” dan “bunda”, kami berdua menangis. Lantas kau melakukan keajaiban lagi, kau mencium pipi kami dan membisikkan “aku sayang ayah” dan “aku sayang bunda”. Aneh ya, Anakku, ketika kekasihmu mengatakan “aku sayang kamu”, apakah kamu menangis? Ah, paling-paling kau hanya tersenyum GR.

Bunda tidak yakin apakah kau mengingat saat itu. Dulu, ketika kau bermain di taman kanak-kanak, bermain ayunan, perosotan, jungkat-jungkit, bunda tersenyum. Sungguh perasaan ini begitu sederhana: bahagia melihat tawa riangmu, melihat kau bersama anak lelaki lain berlomba mencapai ayunan tertinggi atau melihatmu yang begitu mencolok dengan jepitan merah dan kepang duamu. Lalu, kau tahu? Perasaan khawatir itu, ketika kau jatuh dari perosotan, lecet, berdarah, bunda begitu khawatir hal yang buruk akan terjadi.

Bunda telah jatuh cinta pada dirimu. Kau menarik-narik rok bunda di hari pertama masuk SD. Kau tidak berani masuk kelas dengan bangku dan meja yang tinggi. Mana meja warna warni itu? Mana burung-burung kertas itu? Kenapa di sini hanya ada foto orang-orang zaman dahulu dan foto warna hijau dan biru yang tidak jelas? (belakangan kau ketahui itu peta). Kau minta bunda menemanimu sepanjang hari itu. Bunda tidak keberatan. Bunda menungguimu sampai bel pulang di bunyikan dan kau telah mendapat beberapa teman baru, lantas lupa kalau sebenarnya bunda menungguimu.

Bunda jatuh cinta pada dirimu, yang mengangkat tinggi-tinggi kertas hasil ujianmu, bertuliskan angka ’100′. Kau menagih janjimu untuk diajak jalan-jalan ke kebun binatang. Bunda ingat, ayah menyembunyikan sepasang baju baru di lemarimu. Kau kaget dan bertanya, “Baju siapa ini, Bunda?” Dengan riang bunda menjawab, “Hadiah dari Allah karena kakak udah jadi anak baik baik dan rajin.” Kau begitu riang, melihat hewan-hewan, meminta jajan ini-itu. Bunda senang, sangat sederhana perasaan itu, Nak, melihat kau tertawa riang.

Cinta itu semakin membesar, ia telah membengkak di hati bunda, mengkristal, dan menjadi berkah. Allah telah menjadikan surgamu itu di bawah telapak kaki bunda, Nak.

Ketika kau menjerit memasuki saat-saat pubertasmu, bunda menemanimu. Ketika kau sakit sehabis pergi berkemah bersama teman-teman SMPmu, bunda menemanimu. Bunda berjaga sepanjang malam, tertidur di samping tempat tidurmu. “Bun… kakak haus…” Bunda ambilkan minum. “Bun… kakak lapar…” Bunda suapi kau dengan bubur hangat perlahan. “Bun… punggung kakak pegal…” Bunda pijiiti kau. “Bun…” kau belum sempat meneruskan perkataanmu, kau terlanjur muntah di tempat tidur malam itu. Kau menangis, badanmu panas, menggigil. Bunda membersihkan tempat tidurmu, ayah menyelimutimu. Tapi, sesuatu yang kau anggap “merepotkan” itu bagi bunda adalah sebentuk ungkapan cinta. Ungkapan cinta, Anakku, semoga kau mengerti, bahwa bunda begitu mencintai dirimu.

Bahkan ketika di kemudian hari kau berpura-pura sakit agar bisa bolos sekolah, bunda tetap menyuapimu dengan bubur hangat itu. Selalu.

Ketika kau memasuki usia 17, tingkah lakumu semakin tak bunda mengerti. Mengapa anakku? Ketika kau tiba-tiba membentak bunda? Kenapa kau tiba-tiba berkata kasar pada ayah dan bunda? Apakah karena makanan buatan bunda tidak enak? Atau karena seragammu masih kusut?

Atau karena bunda selalu menanyakan keberadaanmu ketika sampai jam 8 malam kau tidak kunjung pulang? Atau karena bunda tidak dapat membelikanmu barang-barang mewah? Atau karena bunda tidak membelikanmu pulsa untuk telepon genggammu? Atau karena bunda tidak keren seperti bunda teman-temanmu? Tidak apa-apa, Anakku, asalkan kau masih tetap mencintai bunda, asalkan kau masih tetap mendoakan bunda.

Cinta bunda padamu telah mengkristal, Anakku, ia tak mudah luruh, dan tak akan bisa luruh.
Ketika bunda jatuh cinta, jatuh cinta pada dirimu yang kini telah menjadi seorang mahasiswa di sebuah universitas ternama. Sungguh, bunda sangat bangga ketika kau mengirimkan fotomu dengan jaket kebanggaan almamater bersama teman-teman seperjuanganmu. Bunda mengelus foto itu. Kau begitu jauh, Anakku, kau telah belajar di tanah yang sebelumnya tak pernah kau injak. Cinta bunda tak mampu menahanmu untuk tetap di sini, kau harus pergi, melangkah, mencari ilmu sampai ke ujung dunia.

Bunda mengelus foto itu lagi. Butir-butir keringat yang membasahi ketika bersusah payah mengumpulkan uang kuliahmu sudah menguap. Tangisan-tangisan kepada Allah, memohon agar kau dimudahkan dalam seleksi penerimaan itu, berganti dengan sujud syukur yang panjang. Air mata bunda, yang menetes ketika kau mengeluhkan sulitnya soal-soal ujian yang kau terima, telah mengering. Bunda sungguh bangga padamu, Anakku. Bunda sungguh mencintaimu.

Ingatkah kau di hari pengumuman itu, ayah membacakan surat pengumuman itu, lantas ia segera mencium pipimu? Sesungguhnya tak ada ungkapan lain yang lebih hebat yang ia bisa lakukan untuk menunjukkan kebanggaannya padamu.

Kau, lihatlah, Anakku, bersama ribuan generasi muda terbaik, berusaha mencari ilmu. “Bun, uang kakak habis.” Bunda mengirim uang lagi. “Bun, uang kos kakak naik.” Bunda mencari pinjaman uang lagi. “Bun, ada banyak diktat yang harus dikopi.” Bunda dan ayah memutar otak demi terpenuhinya kebutuhanmu. Berharap kau jadi anak yang berilmu dan kelak akan membantu kami di hari perhitungan.

Ketika kau pulang ke rumah, bunda tak sabar ingin memelukmu dan mengucapkan selamat datang di rumah mungil kita. Namun, kau malah membawa orang lain. Katamu, ia seseorang yang kau temui di perkuliahan sana. Lantas kau menghabiskan waktumu di rumah bersamanya, di rumah mungil kita. Lalu kau menyebut-nyebut kata ‘cinta’ di depannya.

Andai kau tahu bahwa cinta itu sesungguhnya bukan ikatan semu antara kau dan seseorang itu, Nak. Cinta itu adalah sesuatu yang mengkristal di hati bunda.

Anakku, maukah sejenak kau melihat bunda?
Melihat dengan sebenar-benarnya penglihatan?
Bukan hanya menunjukkan muka dengan tatapan terarah pada telepon genggam.
Pernahkah kau mengelus wajah bunda?
Wajah ini sudah keriput, anakku…

Tidakkah kau tahu, kau gadis kecil bunda telah tumbuh menjadi wanita yang memesona?
Tidakkah kau tahu, kau pahlawan kecil ayah telah tumbuh menjadi pemuda yang menawan?
Tapi kami, bunda dan ayah, sesungguhnya juga telah bertambah tua.
Badan kami sudah merintih ketika berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhanmu.
Namun cinta ini sanggup mengalahkan keletihan itu semua.

Ketika bunda jatuh cinta,
pada dirimu, yang kini tengah dalam kesibukan yang luar biasa,

“Kakak rapat ini, Bun”, “Kakak belajar kelompok ini, Bun”,
bunda menyelipkan doa agar ada waktu yang kau sisakan untuk bunda,
agar waktu sisa itu tidak ‘dicuri’ oleh seseorang yang bahkan tidak berani mengikatkan tali kekeluargaan antara kita dan keluarganya.
Bunda iri, sungguh iri.
Bunda jatuh cinta padamu, tapi kau lebih memilih orang lain.

Ketika bunda jatuh cinta,
pada dirimu, yang mungkin tidak pernah sadar akan cinta itu,
bunda tetap setia,
tidak pernah lelah mencintaimu, Anakku, meskipun kau terlalu naif mencerna kata cinta itu.

Tidakkah kau ingin, Anakku, untuk sekali lagi, mengatakan “aku sayang ayah”, “aku sayang bunda”?
Tidakkah kau ingin, Anakku, untuk pertama dan terakhir kali, melihat wajah kami dengan sebenar-benarnya penglihatan?
Sebelum kau tidak dapat melihat wajah kami yang tak lama lagi akan tertimbun tanah…

Ketika bunda jatuh cinta,
pada dirimu, Anakku,
maka bunda akan mencintai selamanya.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/02/18/28003/ketika-bunda-jatuh-cinta/#ixzz2oLuBRswz
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Desember 23, 2013

Memakmurkan Negeri Mulai dari Surat-surat Andalan

Filed under: Uncategorized — upikjoe @ 4:52 am

Memakmurkan Negeri Mulai dari Surat-surat Andalan

Jum’at, 20 September 2013 – 11:22 WIB

Di dalam negeri sendiri, saya belum pernah mendengar ada perguruan tinggi pertanian misalnya, yang mengajarkan al-Qur’an sebagai dasar atau rujukan ilmu-ilmu pertanian mereka

Oleh: Muhaimin Iqbal

DI antara surat-surat panjang yang ada di al-Qur’an yang sudah sangat banyak dihafal di negeri ini antara lain adalah Surat Yaasiin, Surat Al-Waaqiah dan Surat Al-Mulk. Bila saja dua langkah pertama interaksi dengan al-Qur’an ini (membaca dan menghafalkan) dilanjutkan dengan tiga langkah berikutnya yaitu memahami, mengamalkan dan mengajarkan – maka insyaAllah negeri adil makmur, gemah ripah loh jinawi – baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur  itu bisa terwujud mulai dari surat-surat andalan ini.

Betapa tidak, di Surat Yaasiin saja kita sudah diberi manual untuk memakmurkan bumi. Mulai dari kondisi ekstrem bumi yang mati (QS 36 :33), sampai kita bisa mengolah bumi dengan tangan kita di  tahap-tahap berikutnya (QS 36 : 34-35). Di surat Yaasiin kita bahkan juga diberi indikasi solusi energi dari pohon-pohon yang hijau (QS 36 :80).

Di surat Al-Waaqi’ah kita bisa menggali pelajaran yang  lebih detil mengenai sumber-sumber daya untuk kemakmuran itu. Mulai dari sumber daya manusianya ( QS 56 : 58-62), Sumber daya tanaman (QS 56 : 63-67), sumber daya air (QS 56 : 68-70) dan sumber daya api atau energi ( QS 56 : 71-73).

Tiga hal kebutuhan pokok manusia yang sampai menjadikan manusia rela berperang untuk memperebutkannya sejak jaman dahulu hingga kini yaitu apa yang disebut FEW (Food, Energy and Water), atau Pangan, Energi dan Air secara tuntas kita diberi manualnya di Surat Al-Waaqiah tersebut.

Surat Al-Mulk mengindikasikan bahwa penaklukan atau pemakmuran bumi itu mudah – tidak sesulit yang kita bayangkan. Di Bumi ini juga telah Allah sediakan makanan yang cukup (QS  67:15) sehingga tidak seharusnya di negeri ini sampai mencari kesana kemari – sibuk mendatangkan bahan pangan dari negeri yang lain.

Dari tiga surat panjang andalan (yang paling banyak dihafal) saja, insyaAllah solusi atas berbagai problem pemenuhan kebutuhan pokok kita seharusnya sudah bisa diatasi lebih dari cukup. Tetapi mengapa kenyataannya yang kita hadapi di masyarakat tidak demikian? Mengapa di negeri muslim dengan penghafal surat-surat andalan terbanyak – justru pontang-panting sibuk menghadirkan bahan makanan dari negeri yang  penduduknya tidak menghafal al-Qur’an?

Banyak yang bisa menjadi penyebabnya, antara lain yang pertama adalah orang-orang yang menghafalkan surat-surat tersebut berhenti pada langkah kedua saja yaitu membaca dan menghafalkan. Belum pada tataran berikutnya yaitu memahami dan mengamalkan apa yang kita sudah hafalkan dan syukur-syukur juga mengajarkannya.

Yang kedua adalah karena para teknokrat dan ilmuwan negeri ini, belum menjadikan al-Qur’an sebagai sumber dari segala sumber ilmu. Doktor-Doktor kita lebih mantab belajar dari negeri-negeri kapitalis, padahal mereka tidak mengajarkan ilmu kecuali yang sesuai dengan kepentingan mereka atas negeri ini. Mereka tidak akan mengajarkan ilmu yang sesuai kepentingan kita tetapi bertentangan dengan kepentingan mereka.

Di dalam negeri sendiri, saya belum pernah mendengar ada perguruan tinggi pertanian misalnya, yang mengajarkan al-Qur’an sebagai dasar atau rujukan ilmu-ilmu pertanian mereka. Demikian juga dengan ilmu-ilmu lainnya seperti engineering, ekonomi, kedokteran, pendidikan dlsb. Perguruan-perguruan tinggi kita masih sekuler, mereka ada mata kuliah agama Islam dan bahkan juga al-Qur’an, tetapi mata kuliah ini tidak ada hubungannya dengan mata kuliah utama yang mereka ajarkan.

Yang ketiga adalah para birokratnya, belum pernah terdengar di negeri ini bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat diatasi dengan petunjuk yang ada di al-Qur’an. Padahal al-Qur’an adalah jawaban untuk seluruh hal (QS 16:89), apakah mereka tidak yakin tentang hal ini ?

Pengelolaan negeri ini juga masih sangat sekuler, para pengelolanya sangat banyak yang beragama Islam bahkan tidak jarang mereka adalah para ustadz, tetapi ketika mereka mengelola negeri – tidak nampak tanda-tanda bahwa mereka menggunakan al-Qur’an (dan juga tentunya Hadits) sebagai rujukan mereka.

Negeri ini insyaAllah akan makmur manakala para penghafal surat-surat tersebut di atas antusias untuk memahami dan mengamalkan apa-apa yang sudah dia hafalkan hampir setiap hari. Kemudian para ilmuwannya menjadikan al-Qur’an sebagai sumber ilmu utama, dan para birokratnya menggunakan al-Qur’an untuk rujukan dalam mengambil kebijakan dan menyelesaikan segala masalah yang dihadapi di masyarakat.

Dari mana kita tahu bahwa dengan cara ini kita akan makmur? Dari mana lagi kalau bukan dari janjiNya sendiri seperti yang Dia janjikan melalui surat Al A’raaf ayat 96.

Lantas dari mana kita akan mulai menggapai kemakmuran yang demikian ini ? yang paling mudah ya insyaAllah mulai dari yang sudah rata-rata ada di diri kita, yang sudah kita hafal bahkan di luar kepala kita. Mulai dari surat-surat andalan yang sudah kita hafal, Surat Yaasiin, Surat Al-Waaqiah, Surat Al-Mulk dst.

Kali ini dua langkah yang telah kita mulai yaitu membaca dan menghafalkannya, kita teruskan dengan tiga langkah berikutnya yaitu memahami, mengamalkan dan mengajarkannya. Maka insyaAllah negeri ini akan makmur dan penuh keberkahan. Amin.*

Penulis adalah Direktur Gerai Dinar

November 28, 2013

Kehidupan: Berserah atau Menyerah?

Filed under: Uncategorized — upikjoe @ 5:26 am

Hidup itu tidak akan sepenuhnya selalu bahagia dan tidak akan selalu sedih juga. Selalu ada keseimbangan yang Allah berikan kepada setiap makhluk-Nya karena Allah mempunyai sifat Maha Adil. Kita sering melihat ada orang yang memiliki harta berlimpah, keluarga yang bahagia dan kerabat yang banyak, namun Allah memberinya penyakit yang membuatnya tidak dapat berbuat apa-apa. Kemudian di sisi lain, ada orang yang mungkin bias dikatakan hartanya tidak banyak, keluarga yang biasa-biasa saja, namun memiliki fisik yang kuat. Setiap makhluk pasti diberikan ujian oleh Allah. Tentu saja ini dengan sebuah tujuan agar makhluk tersebut selalu mendekatkan diri kepada Allah, selalu mengingat bahwa bagaimanapun ia hanyalah seorang hamba yang harus selalu bersandar pada Rabb-nya, yang percaya bahwa memang benar Allah akan selalu ada untuk makhluk yang memang sungguh beriman pada-Nya.

Sering kita berpikir bahwa kita adalah orang yang sangat tidak beruntung di dunia ini. Apalagi saat menginjak usia remaja, masa-masa pencarian jati diri. Semua terasa membebani dan berat. Seiringnya tumbuhnya kita, kita akan melalui banyak ujian. Lewat dari satu ujian, maka akan datang ujian lainnya. Hidup memang tidak akan pernah luput dari ujian. Namun, saya yakin dan percaya bahwa ini semua tergantung bagaimana kita menyikapinya sebagai makhluk ciptaan Allah.

Ada satu firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 286 yang artinya “Allah tidak akan menguji seseorang di luar batas kemampuannya”. Ayat ini menjadi penguat bagi saya bahwa apapun yang dialami oleh seorang hamba, seberat apapun ujian yang ditimpakan kepadanya, pasti ia sanggup melampaui ujian tersebut. Karena jelas bahwa Allah telah berjanji dalam Al-Quran bahwa setiap ujian yang diberikan kepada makhluk pastilah sesuai kemampuan makhluk-Nya.

Nah, letak permasalahannya adalah manusia memiliki sifat terburu-buru. Ingin semuanya cepat selesai dan yah tentu mengembalikan keadaan yang membuat hatinya merasa nyaman dan tidak terusik. Allah menguji kita tentu saja ada tujuannya dan kita sebagai makhluk juga harus selalu mengevaluasi diri. Apa yang membuat kita mengalami ujian tersebut? Apakah ini adalah punishment atas perbuatan di masa lalu? Apakah hati kita sudah bersih dari penyakit hati? Terus dan teruslah evaluasi diri agar nanti sampai pada kesimpulan dan keyakinan bahwa Allah pasti menguji kita sesuai dengan kemampuan kita, yakin bahwa Allah akan terus bersama kita karena Allah Maha Pengasih dan Penyayang dan yakinlah bahwa kondisi apapun yang Allah berikan pada kita merupakan kondisi terbaik untuk kita. Allah memberikannya agar kita benar-benar menjadi hamba-Nya yang beriman, yang berserah diri dan ikhlas.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/11/27/42803/kehidupan-berserah-atau-menyerah/#ixzz2lukRlxfJ

 

November 15, 2013

Beginilah mereka menghancurkan kita, lalu bagaimana sikap kita…?!

Filed under: Uncategorized — upikjoe @ 7:43 am
Beginilah mereka menghancurkan kita, lalu bagaimana sikap kita…?!

 

Arrahmah.com/Muslimahzone.com – Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, “Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus.

Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!” Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.

Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan permainan diulang kembali.

Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.

“Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya.

Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.”

“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”

“Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada Qur’an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu “dijaga” sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet.

Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?” Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil.

Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.

“Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”

“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari’at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.”

“Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?” tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo’a dahulu sebelum pulang…”

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

***

Ini semua adalah fenomena Ghazwu lFikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam. Allah berfirman dalam surat At Taubah yang artinya:

“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.”(QS. At Taubah :32).

Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.

Begitulah sikap musuh-musuh Islam. Lalu, bagaimana sikap kita…?

-Note From Brother Asep Juju-

(anna/muslimazone.com)

– See more at: http://www.arrahmah.com/read/2012/07/15/21646-beginilah-mereka-menghancurkan-kita-lalu-bagaimana-sikap-kita.html#sthash.eKdnFhF4.dpuf

November 6, 2013

Hitam Putih Presiden Soekarno

Filed under: Uncategorized — upikjoe @ 4:45 am

“Media Seringkali Membuat Banyak Orang Salah Idola” (anonim)

SOEKARNO, laki-laki proklamator RI ini kini menjadi banyak idola kawula muda. Buku-buku banyak ditulis memuji-muji kehebatan dia. Mulai dari masa kecilnya, remaja dan dewasanya. Dibukukan tulisan-tulisannya dan divideokan pidato-pidatonya. Film-film pun dibuat untuk mempropagandakan kepribadian dan kehebatannya. Benarkah Soekarno manusia yang hebat tidak ada cacat atau justru banyak cacatnya? Tulisan ringkas ini akan mencoba menelaahnya.

Bila ditelusuri Soekarno ternyata pintar bicara tapi ‘miskin’ dalam perbuatan. Pidatonya yang berapi-api memang membakar semangat rakyat. Tapi sikap-sikapnya terutama dalam politik seringkali menjadi blunder, bahkan kepada dirinya. Egonya yang terlalu berlebihan, menjadikan banyak temannya menjadi korban. Nafsunya kepada perempuan seringkali tidak terkendalikan.

Entah berapa orang yang menjadi istri atau pasangannya. Ideologi Islam yang semasa remaja ditanam Tjokroaminoto di Surabaya, seolah ‘hilang lenyap’ tergantikan dengan ideologi Marxisme atau Marhaenisme  yang dipahat oleh dosen-dosen Belanda di ITB Bandung.

Kita coba telisik Soekarno mulai dari kasus Piagam Jakarta. Piagam Jakarta yang sudah ditandatangani oleh Soekarno sendiri pada 22 Juni 1945, disepakati akan dibacakan pada proklamasi republik Indonesia, diganti dengan coret-coretan Soekarno.  Hal itu terjadi pada subuh hari 17 Agustus 1945, Soekarno mengajak Hatta ke rumah Laksamana Maida untuk mendiskusikan lagi naskah proklamasi yang sudah disepakati Tim Sembilan.

Di rumah itu, selain ada petinggi Jepang juga ada Ahmad Subarjo (Nasionalis Sekuler) sekretaris Laksamana Maida. Dan akhirnya dalam sejarah tercatat Soekarno membacakan proklamasi dengan coretan-coretannya sendiri pada sekitar pukul 10.00, 17 Agustus 1945. Tidak ada dalam perundingan dalam rumah Maida itu tokoh nasionalis Islam. (lihat Jangan Pertentangkan Islam dan Pancasila)

Lebih tragis lagi pada 18 Agustus 1945. Soekarno lewat rapat kilat tidak sampai tiga jam mengganti hal-hal penting yang berkaitan dengan Islam dalam urusan politik. Yakni mengganti hal-hal penting dalam UUD 45.  Lewat rapat yang dipimpinnya Soekarno mengganti kata Mukaddimah menjadi pembukaan, kata Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa dan kata presiden adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam kata “dan beragama Islam dicoret.

Karena tragedi itu, maka setelah Pemilu 1955, tokoh-tokoh Islam bersatu menuntut pengembalian Piagam Jakarta atau Islam sebagai dasar negara. Karena kemerdekaan Indonesia diperoleh dengan darah dan keringat mayoritas rakyat yang beragama Islam. Maka diadakanlah penyusunan UUD kembali oleh Majelis Konstituante 1957-1959. Setelah bersidang lebih dari dua tahun, hasilnya mentok. Faksi Nasionalis  Islam dengan faksi nasionalis sekuler tidak ada yang menang mutlak.

Soekarno akhirnya membubarkan Majelis Konstituante dengan didukung TNI, dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Yang menarik Soekarno saat itu menerima usulan dari tokoh-tokoh Islam, untuk menampung aspirasi dari nasionalis sekuler dan nasionalis Islam, maka dirumuskanlah salah satu isi dekrit itu adalah : Piagam Jakarta menjiwai UUD 45 dan merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan. Sayangnya meski bunyi dekrit seperti itu, Soekarno tidak menerjemahkannya dalam undang-undang atau peraturan presiden.

Masa Soekarno atau Orde Lama

Bila banyak yang mencela Orde Baru, maka Orde Lama bagi umat Islam terutama tokoh-tokohnya terasa ‘lebih sengsara’.  Buya Hamka, ulama besar ini menyampaikan isi hatinya dalam Majalah Panjimas yang diasuhnya. Setelah mengritik mantan Menteri Subandrio –di sidang Mahmilub- yang hingga tuanya tidak mengenal rakaat shalat dan Yusuf Muda Dalam yang tidak mengerti bahwa beristri lebih dari empat dilarang dalam Islam, HAMKA menyatakan:

“Inilah contohnya orang-orang yang memegang kekuasaan negara di masa Orde Lama. Mengaku percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa di bibir, tetapi tidak pernah mendekatkan diri kepada Tuhan menurut agama yang mereka peluk sebagai pusaka dari ayah bundanya.

Sehingga terbaliklah keadaan; orang yang tekun kepada Tuhan; mengerjakan perintah dan menghentikan larangan Tuhan, dipandang anti Pancasila, orang yang taat mengerjakan agama di cap reaksioner atau kontra revolusioner.

“Bersuluh kepada matahari, bergelanggang di mata orang banyak”, bagaimana setiap hari hukum-hukum agama itu dilanggar, didurhakai.

Zina menjadi kemegahan, minuman keras diminum laksana minum air teh saja, uang negara dihamburkan untuk kepentingan pribadi. Tidak ada sedikit juga rupanya rasa takut kapada Tuhan. Karena Tuhan itu hanya untuk penghias pidato, bukan untuk penghias hidup, budi moral dan mental.

Mereka pun melanggar dasar negara yang kedua, yaitu Pri Kemanusiaan. Tengoklah bagaimana sengsaranya rakyat. Tengoklah kelaparan, karena banjir di Solo, karena letusan Gunung Agung di Bali, karena letusan Gunung Kelud, bencana kelaparan di Lombok. Tidak seorang juga diantara mereka itu yang sudi meringankan langkah buat melihat keadaan rakyat yang malang dan sengsara itu…

Peri Kemanusiaan : dalam prakteknya orang-orang yang dicemburui, dibenci dan dipandang akan menghalangi langkah-langkah mereka meneruskan kezaliman itu.

Sampai Sutan Syahrir mati dalam status tahanan. Mereka ditahan, kadang-kadang rumah kediamannya dirampas dan dengan seenaknya didiami oleh khadam-khadam (pembantu) para pembesar itu. Benar-benar berlaku di negeri ini sebagai yang berlaku berates tahun yang laludi zaman kekuasaan raja-raja tidak terbatas, yang nasib malang akan menimpa orang yang dibenci oleh pihak istana. Dan anak istri orang yang ditahan itu dibiarkan melarat.

Alangkah banyaknya paradoks di dalam negara yang berdasar Pancasila di zaman itu. Mobil mewah pejabat meluncur di atas jembatan, sedang dibawahnya tidur orang-orang yang kehabisan tenaga buat hidup. Yang di atas menikmati rasa kemerdekaan, yang di bawah terlempar ke dalam lumpur kehinaan sejak negara merdeka.

Disorak-soraikan amanat penderitaan rakyat. Alangkah seramnya jika dikaji bahwa kata-kata Amanat Penderitaan Rakyat itu diungkapkan oleh pemimpin-pemimpin itu sendiri, padahal merekalah yang mengkhianatinya.

Mereka belum merasa puas kalau  belum ada undang-undang untuk menyikat bersih dari masyarakat orang-orang yang dibenci, sedang kesalahan mereka yang terang tidak ada. Lalu diadakan Penetapan Presiden   (Pen-Pres) buat menangguk sisa-sisa orang yang dibenci yang masih tinggal, orang-orang yang dipandang  masih ada pengaruhnya dalam masyarakat. Dengan “dugaan saja, walaupun tidak ada bukti sama sekali orang bisa dibenamkan ke dalam tahanan. Itulah Pen-Pres No 11 yang terkenal dengan sebutan Undang-Undang Subversif…

Indonesia benar-benar menjadi “Mercusuar” dari kebrobokan. Indonesia diteropong, bahkan di mikroskop oleh bangsa lain, lalu menjadi tertawaan.  Tetapi surat-surat kabar yang memuat berita tentang kebrobokan dilarang masuk Indonesia.

Sebentar-sebentar diadakan pidato, rapat raksasa, rapat samudera.

Diobati perut yang lapar dengan pidato, diobat jalan-jalan yang rusak dengan pidato. Rakyat dikerahkan dengan segala macam daya upaya supaya dari subuh sudah berangkat ke tanah lapang mendengarkan pidato.

Perusahaan-perusahaan wajib menutup usahanya dan mengerahkan buruhnya pergi mendengarkan pidato. Produksi menurun karena hari habis untuk mendengarkan pidato…

Berdirilah gedung-gedung monument, patung-patung yang tidak akan dapat mengenyangkan perut rakyat, yang hanya akan ditegahkan (dipertunjukkan) kepada tamu luar negeri, padahal kalau tetamu itu datang, sasaran tustel mereka bukanlah monument dan patung, melainkan rakyat yang tidur di dalam pipa air yang belum dipasang atau mandi telanjang di kali Ciliwung.” ” (lihat Hamka, Dari Hati ke Hati, Pustaka Panjimas,2002, hal. 259-262).

Hamka juga mengritik keras gagasan Nasakom yang digulirkan Soekarno.  Karena Masyumi dan PSI (Partai Sosialis Indonesia) tidak mau ikut bergabung dengan pemerintahan Soekarno, maka kedua partai itu dipaksa bubar.  Tokoh-tokohnya dipenjarakan tanpa kesalahan yang jelas di pengadilan –termasuk Buya Hamka yang dipenjara lebih dari dua tahun.  Maka, kata cendekiawan ulung ini :

“Akhirnya datanglah klimaks dari NASAKOM ini, yaitu peristiwa Lubang Buaya! Inilah akibat dari penyelewengan Pancasila atau Munafik Pancasila itu; yang dipidatokan buat dikhianati. Atau di dalam jiwa sendiri tidak ada, sebab itu menjadi kosong ke tengah udara bebas.

Tetapi Tuhan Allah tidaklah mengizinkan kemunafikan itu berlanjut sehingga lanjutan dari peristiwa Lubang Buaya ialah terbukanya mata rakyat malang yang selama ini hanya dibuat, dinina-bobokkan dengan janji-janji dari mereka yang berkuasa yang sekali-kali tidak sanggup mereka memenuhinya. ABRI (TNI) dan rakyat jelata semuanya bersatu menghadapi Orde Lama yang munafik dan bobrok ini dan setiap yang berhutang musti membayarnya” (Hamka, Dari Hati ke Hari, hal. 265).

Selain HAMKA, mantan Wakil Perdana Menteri RI, Mohammad Roem juga kritis kepada Soekarno. Kritik Roem lain lagi. Menurut Roem, Soekarno kurang jujur menceritakan masa kecilnya yang dipenuhi kemiskinan, kepada penulis biografinya Cindy Adams.

Sebelumnya Roem menyatakan bahwa Soekarno adalah bagaikan buku terbuka.  Kata tokoh Masyumi ini :

“Bagi penulis sendiri umpamanya, perjuangan Soekarno sejak ia memimpin PNI 1926 sampai sekarang  laksana buku terbuka. Tapi kita ingin tahu juga riwayat hidupnya menurut buku ini (buku Cindy Adams –pen). Keturunan Soekarno tidak tanggung-tanggung! Ibunya Idaju, seorang Bali dari kasta Brahmana keturunan bangsawan. Raja Singaradja terakhir adalah  paman ibunya. Ayahnya, Raden Sukemi Sosrodihardjo, keturunan Sultan Kediri. Baikpun dari fihak Ibu ataupun dari fihak ayah, para nenek moyang Soekarno adalah pejuang-pejuang kemerdekaan melawan penjajah Belanda. Salah seorang nenek moyangnya, seorang wanita, berjuang di samping pahlawan besar Pangeran Diponegoro di dalam peperangan tahun 1825-1830, sampai menemui ajalnya.” (Lihat Mohammad Roem, Bunga Rampai Dari Sejarah I, 1977, hal. 167-183).

Roem kemudian mengulas tentang kemungkinan besar ketidakjujuran Soekarno tentang kemiskinannya itu.  Roem mengutip biografi Soekarno yang menyatakan : “Aku dilahirkan di tengah kemiskinan dan dibesarkan dalam kemiskinan. Aku tidak mempunyai sepatu. Aku mandi tidak dalam air yang keluar dari kran. Aku tidak mengenal sendok dan garpu. Ketiadaan yang keterlaluan demikian ini dapat menyebabkan hati kecil di dalam menjadi sedih.

Mengenai hidup dalam “kemiskinan” ini sangat lengkap…Begitu lengkapnya cerita itu, sehingga orang yang tahu keadaan di Indonesia terutama di Pulau Jawa pada waktu itu, dengan angka-angka Soekarno sendiri melihat, bahwa keluarga Raden Sukemi Sosrodihardjo tidak miskin sama sekali.

Dilihat dalam rangka “Gobang Report”, dalam mana orang Indonesia rata-rata hidup dari dua setengah sen setiap hari, maka tiap anggota dari keluarga Raden Sukemi Sosrodihardjo yang terdiri dari empat orang, hidup dari 250 gobang sebulan atau lebih dari 8 gobang sehari.”

Maka, kata Roem: “ Tidak masuk akal, seperti yang ia (Soekarno –pen) ceritakan  “Kami sangat melarat sehingga hampir tidak dapat makan satu kali dalam sehari.” (Mohammad Roem, hal. 170).

Kritik keras Roem yang lain adalah sikap Soekarno yang merangkul PKI untuk menyingkirkan Masyumi. Syafii Maarif mengutip Roem, dalam bukunya “Islam dan Politik Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965” menyatakan logika revolusi Soekarno ialah menarik garis yang tegas antara sahabat dan musuh revolusi. Kata Syafii : “Pada masa demokrasi terpimpin, jargon politik PKI tentang golongan “Kepala Batu” sudah menyatu dengan jargon politik Soekarno yang juga menilai Masyumi sebagai kekuatan “Kepala Batu” yang merintangi penyelesaian revolusi Indonesia.” Demokrasi Terpimpin ini mulai mengkristal ketika Soekarno pada 20 Maret 1960 membubarkan parlemen hasil pemilihan umum 1955 dan membentuk DPRGR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong) dimana Masyumi dan PSI tidak diikutsertakan.

Walhasil, sebelum merdeka memang Soekarno adalah seorang pemuda yang mempunyai ide besar dan semangat tinggi melawan penjajah Belanda. Ia pernah dipenjara dan diasingkan pemerintah Belanda saat itu. Tapi pemikirannya sayang setelah dewasa lebih banyak diwarnai Marxisme (sekuler) daripada Islam. Sehingga tahun 1930-an ia berdebat keras di media massa dengan pemuda Natsir tentang bagaimana bentuk negara ke depan. Soekarno menginginkan Indonesia menjadi negara sekuler sebagaimana yang dibentuk Kemal Attaturk. Natsir menginginkan negara yang dilandasi oleh nilai-nilai Islam, sebagaimana yang diteladankan Rasulullah saw dan para sahabatnya.  Soekarno akhirnya menjadi presiden dengan menerapkan ide-ide sekuler yang diyakininya dan kemudian di periode akhir pemerintahannya menyingkirkan kelompok Natsir Masyumi yang dianggap mengganggu jalan revolusinya.

Natsir memang pernah ikut dalam pemerintahan Soekarno, sebagai Menteri Penerangan dan Perdana Menteri, karena Natsir ingin membaktikan hidupnya memperbaiki atau mengislamkan negeri ini. Tapi ia kemudian berlepas diri dari pemerintahan karena partainya ‘dibubarkan dengan paksa’ oleh presiden pada tahun 1960.

Kini pertarungan ide negara sekuler dan ide negara Islami terus berlangsung di negeri ini. Sebagaimana ide menggulirkan tokoh-tokoh idola. Siapakah yang akan menang? Wallahu alimun hakim.*

Penulis adalah peneliti Insitute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS)

Hitam Putih Presiden Soekarno

Agustus 30, 2013

Inspirative Housewife Story

Filed under: Uncategorized — upikjoe @ 6:27 am

Tiga anaknya tidak sekolah di sekolah formal layaknya anak-anak pada umumnya. Tapi ketiganya mampu menjadi anak-anak teladan, dua di antaranya sudah kuliah di luar negeri di usia yang masih seangat muda. Saya cuma berdecak gemetar mendengarnya. Bagaimana bisa?

Minggu (21/ 7) lalu, saya mengikuti acara Forum Indonesia Muda (FIM) Ramadhan yang diadakan di UNPAD. Niat awalnya mau nabung ilmu dan inspirasi sebelum pulang kampung, selain juga memang karena pengisi acaranya inspiring. Eh, pembicara yang paling saya tunggu ternyata berhalangan hadir. But, that’s not the point. Semua pembicara yang hadir memang sangat inspiring, tapi saya benar-benar dikejutkan di sesi terakhir. Tentang parenting. Awalnya saya pikir sesi ini mau membicarakan apa gitu. Do you know actually? It talks about a success and inspiring housewife. Saya langsung melek. Lupa lapar. Like my dream becomes closer. Saya mencari seminar yang membahas tentang keiburumahtanggaan. Nggak tahunya nemu di sana. Lihatlah daftar mimpi besar saya nomor 1-4. Rasanya terbahas semua sore itu. (No offense nomor 2, gue juga kagak tahu kalau urusan itu :p ) Baiklah, mukadimah ini akan terlalu panjang kalau saya lanjutkan.
image

Namanya Ibu Septi Peni Wulandani. Kalau kalian search nama ini di google, kalian akan tahu bahwa Ibu ini dikenal sebagai Kartini masa kini. Bukan, dia bukan seorang pejuang emansipasi wanita yang mengejar kesetaraan gender lalala itu. Bukan.

 

Beliau seorang ibu rumah tangga profesional, penemu model hitung jaritmatika, juga seorang wanita yang amat peduli pada nasib ibu-ibu di Indonesia. Seorang wanita yang ingin mengajak wanita Indonesia kembali ke fitrahnya sebagai wanita seutuhnya. Dalam sesi itu, beliau bercerita kiprahnya sebagai ibu rumah tangga yang mendidik tiga anaknya dengan cara yang bahasa kerennya anti mainstream. It’s like I’m watching 3 Idiots. But this is not a film. This is a real story from Salatiga, Indonesia.
Semuanya berawal saat beliau memutuskan untuk menikah. Jika ada pepatah yang mengatakan bahwa pernikahan adalah peristiwa peradaban, untuk kisah Ibu Septi, pepatah itu tepat sekali. Di usianya yang masih 20 tahun, Ibu Septi sudah lulus dan mendapat SK sebagai PNS. Di saat yang bersamaan, beliau dilamar oleh seseorang. Beliau memilih untuk menikah, menerima lamaran tersebut. Namun sang calon suami mengajukan persyaratan: beliau ingin yang mendidik anak-anaknya kelak hanyalah ibu kandungnya. Artinya? Beliau ingin istrinya menjadi seorang ibu rumah tangga. Harapan untuk menjadi PNS itu pun pupus. Beliau tidak mengambilnya. Ibu Septi memilih menjadi ibu rumah tangga. Baru sampai cerita ini saja saya sudah gemeteran.

Akhirnya beliaupun menikah. Pernikahan yang unik. Sepasang suami istri ini sepakat untuk menutup semua gelar yang mereka dapat ketika kuliah. Aksi ini sempat diprotes oleh orang tua, bahkan di undangan pernikahan mereka pun tidak ada tambahan titel/ gelar di sebelah nama mereka. Keduanya sepakat bahwa setelah menikah mereka akan memulai kuliah di universitas kehidupan. Mereka akan belajar dari mana saja. Pasangan ini bahkan sering ikut berbagai kuliah umum di berbagai kampus untuk mencari ilmu. Gelar yang mereka kejar adalah gelar almarhum dan almarhumah. Subhanallah. Tentu saja tujuan mereka adalah khusnul khatimah. Sampai di sini, sudah kebayang kan bahwa pasangan ini akan mencipta keluarga yang keren?

Ya, keluarga ini makin keren ketika sudah ada anak-anak hadir melengkapi kehidupan keluarga. Dalam mendidik anak, Ibu Septi menceritakan salah satu prinsip dalam parenting adalah demokratis, merdekakan apa keinginan anak-anak. Begitupun untuk urusan sekolah. Orang tua sebaiknya memberikan alternatif terbaik lalu biarkan anak yang memilih. Ibu Septi memberikan beberapa pilihan sekolah untuk anaknya: mau sekolah favorit A? Sekolah alam? Sekolah bla bla bla. Atau tidak sekolah? Dan wow, anak-anaknya memilih untuk tidak sekolah. Tidak sekolah bukan berarti tidak mencari ilmu kan? Ibu Septi dan keluarga punya prinsip: Selama Allah dan Rasul tidak marah, berarti boleh. Yang diperintahkan Allah dan Rasul adalah agar manusia mencari ilmu. Mencari ilmu tidak melulu melalui sekolah kan? Uniknya, setiap anak harus punya project yang harus dijalani sejak usia 9 tahun. Dan hasilnya?

Enes, anak pertama. Ia begitu peduli terhadap lingkungan, punya banyak project peduli lingkungan, memperoleh penghargaan dari Ashoka, masuk koran berkali-kali. Saat ini usianya 17 tahun dan sedang menyelesaikan studi S1nya di Singapura. Ia kuliah setelah SMP, tanpa ijazah. Modal presentasi. Ia kuliah dengan biaya sendiri bermodal menjadi seorang financial analyst. Bla bla bla banyak lagi. Keren banget. Saat kuliah di tahun pertama ia sempat minta dibiayai orang tua, namun ia berjanji akan menggantinya dengan sebuah perusahaan. Subhanallah. Uang dari orang tuanya tidak ia gunakan, ia memilih menjual makanan door to door sambil mengajar anak-anak untuk membiayai kuliahnya.
Ara, anak ke-2. Ia sangat suka minum susu dan tidak bisa hidup tanpa susu. Karena itu, ia kemudian berternak sapi. Pada usianya yang masih 10 tahun, Ara sudah menjadi pebisnis sapi yang mengelola lebih dari 5000 sapi. Bisnisnya ini konon turut membangun suatu desa. WOW! Sepuluh tahun gue masih ngapain? Dan setelah kemarin kepo, Ara ternyata saat ini juga tengah kuliah di Singapura menyusul sang kakak.

Elan, si bungsu pecinta robot. Usianya masih amat belia. Ia menciptakan robot dari sampah. Ia percaya bahwa anak-anak Indonesia sebenarnya bisa membuat robotnya sendiri dan bisa menjadi kreatif. Saat ini, ia tengah mencari investor dan terus berkampanye untuk inovasi robotnya yang terbuat dari sampah. Keren!
Saya cuma menunduk, what I’ve done until my 20? :0 Banyak juga peserta yang lalu bertanya, “kenapa cuma 3, Bu?” hehe.

Dari cerita Ibu Septi sore itu, saya menyimpulkan beberapa rahasia kecil yang dimiliki keluarga ini, yaitu:

1. Anak-anak adalah jiwa yang merdeka, bersikap demokratis kepada mereka adalah suatu keniscayaan

2. Anak-anak sudah diajarkan tanggung jawab dan praktek nyata sejak kecil melalui project. Seperti yang saya bilang tadi, di usia 9 tahun, anak-anak Ibu Septi sudah diwajibkan untuk punya project yang wajib dilaksanakan. Mereka wajib presentasi kepada orang tua setiap minggu tentang project tersebut.

3. Meja makan adalah sarana untuk diskusi. Di sana mereka akan membicarakan tentang ‘kami’, tentang mereka saja, seperti sudah sukses apa? Mau sukses apa? Kesalahan apa yang dilakukan? Oh ya, keluarga ini juga punya prinsip, “kita boleh salah, yang tidak boleh itu adalah tidak belajar dari kesalahan tersebut”. Bahkan mereka punya waktu untuk merayakan kesalahan yang disebut dengan “false celebration”.

4. Rasulullah SAW sebagai role model. Kisah-kisah Rasul diulas. Pada usia sekian Rasul sudah bisa begini, maka di usia sekian berarti kita juga harus begitu. Karena alasan ini pula Enes memutuskan untuk kuliah di Singapura, ia ingin hijrah seperti yang dicontohkan Rasulullah. Ia ingin pergi ke suatu tempat di mana ia tidak dikenal sebagai anak dari orang tuanya yang memang sudah terkenal hebat.

5. Mempunyai vision board dan vision talk. Mereka punya gulungan mimpi yang dibawa ke mana-mana. Dalam setiap kesempatan bertemu dengan orang-orang hebat, mereka akan share mimpi-mimpi mereka. Prinsip mimpi: Dream it, share it, do it, grow it!

6. Selalu ditanamkan bahwa belajar itu untuk mencari ilmu, bukan untuk mencari nilai

7. Mereka punya prinsip harus jadi entrepreneur. Bahkan sang ayah pun keluar dari pekerjaannya di suatu bank dan membangun berbagai bisnis bersama keluarga. Apa yang ia dapat selama bekerja ia terapkan di bisnisnya. 

8. Punya cara belajar yang unik. Selain belajar dengan cara home schooling di mana Ibu sebagai pendidik, belajar dari buku dan berbagai sumber, keluarga ini punya cara belajar yang disebut Nyantrik. Nyantrik adalah proses belajar hebat dengan orang hebat. Anak-anak akan datang ke perusahaan besar dan mengajukan diri menjadi karyawan magang. Jangan tanya magang jadi apa ya, mereka magang jadi apa aja. Ngepel, membersihkan kamar mandi, apapun. Mereka pun tidak meminta gaji. Yang penting, mereka diberi waktu 15 menit untuk berdiskusi dengan pemimpin perusahaan atau seorang yang ahli setiap hari selama magang.

9. Hal terpenting yang harus dibangun oleh sebuah keluarga adalah kesamaan visi antara suami dan istri. That’s why milih jodoh itu harus teliti. Hehe. Satu cinta belum tentu satu visi, tapi satu visi pasti satu cinta :P

10. Punya kurikulum yang keren, di mana fondasinya adalah iman, akhlak, adab, dan bicara.

11. Di-handle oleh ibu kandung sebagai pendidik utama. Ibu bertindak sebagai ibu, partner, teman, guru, semuanya.

Daaaan masih banyak lagi. Teman-teman yang tertarik bisa kepo twitter ibu @septipw atau gabung dan ikut kuliah online tentang keiburumahtanggaan di ibuprofesional.com.

Hhhhmmm. Gimana? Profesi ibu rumah tangga itu profesi yang keren banget bukan? Ia adalah kunci awal terbentuknya generasi brilian bangsa. Saya ingat cerita Ibu Septi di awal kondisi beliau menjadi ibu rumah tangga. Saat itu beliau iri melihat wanita sebayanya yang berpakaian rapi pergi ke kantor sedangkan beliau hanya mengenakan daster. Jadilah beliau mengubah style-nya. Jadi Ibu rumah tangga itu keren, jadi tampilannya juga harus keren, bahkan punya kartu nama dengan profesi paling mulia: housewife. So, masih zaman berpikiran bahwa ibu rumah tangga itu sebatas sumur, kasur, lalala yang haknya terinjak-injak dan melanggar HAM? Duh please,  housewife is the most presticious  career for a woman, right? Tapi semuanya tetap pilihan. Dan setiap pilihan punya konsekuensi :) Jadi apapun kita, semoga tetap menjadi pendidik hebat untuk anak-anak generasi bangsa.

Setelah mengikuti sesi tersebut, saya menarik kesimpulan bahwa seminar kepemudaan tidak melulu bahas tentang organisasi, isu-isu negara, dan lain-lain yang biasa dibahas. Pemuda juga perlu belajar ilmu parenting untuk bekal dalam mendidik generasi penerus bangsa ini. Bukankah dari keluarga karakter anak itu terbentuk?

Wallahualambisshawab. Semoga ada yang bisa diambil pelajaran.

Rumah,
31 Juli 2013
00.29

Akhirnya kelar juga. Maaf tulisan ini agak lama post-nya. Saya mengalami krisis takut menulis kemarin-kemarin ini. Kumat. Hehe. Semoga bermanfaat :)

Oh ya, di acara itu saya juga bertemu komunitas yang concern untuk mengajak wanita kembali pada kodratnya menjadi wanita seutuhnya, namanya komunitas @metamorfosis_id. Yang tertarik silahkan kepoin twitternya :)

http://azaleav.wordpress.com/2013/08/01/inspirative-housewife-story/

April 4, 2013

Anak kebanggaan ayah

Filed under: Uncategorized — upikjoe @ 2:36 pm
Seorang ayah bernama Bakri berumur penghunjung 40-an diundang sekolah anaknya untuk hadir pada ‘Hari Ayah’. Sungguh dia amat enggan perkara seperti ini. Merasa sudah punya empat orang anak, bahkan yang tertua sudah masuk kuliah. Ia merasa sudah gak umurnya lagi bersenda gurau dengan anak pada Hari Ayah di sekolah. Namun karena istri dan anaknya yang nomer empat memintanya dengan sangat, ia pun datang ke sekolah anaknya dengan hati berat.
 
Seperti yang ia duga, acara di kelas hari itu menampilkan kebolehan masing-masing anak dihadapan para ayah mereka. Terlihat di sana banyak para ayah yang berusia sekitar 30-an. Kesemua ayah itu antusias melihat buah hati mereka. Bakri hanya tersenyum, berkatalah ia dalam hati; “Dulu aku juga seperti mereka saat punya anak pertama. Tapi kini sudah gak zaman lagi baginya acara anak-anak seperti ini.”Satu per satu murid dipanggil untuk tampil ke depan dan menunjukkan kebolehannya Selama 5 menit. Usai penampilan maka ayah mereka dipanggil ke depan untuk menerima hadiah yang telah disiapkan oleh sang anak untuk ayah mereka. Ada yang menampilkan kebolehan bernyanyi. Ada yang menulis dan baca puisi. Berpidato dengan bahasa asing. Atraksi permainan dan banyak lagi.
 
Kini giliran Umar, anak Bakri nomer empat yang berusia 10 tahun dipanggil namanya untuk tampil ke depan. Bakri mengira bahwa Umar pasti akan menampilkan hal serupa dengan kawan-kawannya. Diujung penampilan, Bakri harus berpura-pura sumringah dan memberi pelukan hangat kepada Umar buah hatinya. Agar semua orang di kelas itu tahu bahwa ia adalah ayah yang layak dibanggakan. Ehemmm, itulah pikirnya!”
 
Kamu ingin menampilkan apa untuk ayahmu, Umar?” tanya ibu guru. “Aku akan tampil dengan Ustadz Amir di depan” jawab Umar bersemangat. Ibu Guru pun mempersilakan ustadz Amir untuk ke depan kelas dan tak lupa ibu guru menjelaskan kepada para ayah bahwa ustadz Amir adalah guru ekstra kurikuler yang mengajarkan baca Al Quran di sekolah.”Nah Umar, kini giliranmu untuk memulai penampilan…” ujar ibu guru.
 
Umar mengucap salam. sedikit kata pembuka ia ucapkan. Ia berkata bahwa ia akan membaca surat Al Kahfi yang berjumlah 110 ayat. Sadar dengan waktu yang terbatas ia meminta bantuan Ustadz Amir untuk memegang mushaf Al Quran dan menyebutkan ayat mana saja untuk ia baca.Para ayah yang hadir mulai berdecak kagum. Mereka mengerti bahwa Umar bukan hanya akan membaca Al Quran, namun dia malah sudah menghafalnya!
 
“Baik, sekarang coba kamu baca ta’awudz dan basmalah dan mulai dari ayat pertama….!” pinta ustadz Amir.Dengan memejamkan mata, Umar mulai membaca. Tak disangka…., suara yang keluar dari mulut Umar terdengar begitu merdu. Rupanya Umar membaca Al Quran mengikuti lantunan Qari cilik bernama Muhammad Taha Al Junaid yang terkenal itu. Ia membaca dengan hati yang tenang lalu membawa kedamaian pada setiap telinga yang mendengarnya.Ayat 1-5 telah dibaca Umar. Ustadz Amir mengangguk-anggukan kepalanya mengikuti bacaan Umar yang merdu tanpa sekalipun beliau putus. 
 
Lalu Ustadz Amir meminta Umar untuk membaca dari ayat 60. Umar pun membaca dengan suara yang menenangkan jiwa.Semua mata dari para ayah yang hadir kita mulai berkaca-kaca. Seolah mereka penuh harap andai anak2 mereka bisa seperti Umar. Demikian pula dengan Bakri, ayah Umar. Ia yang tadinya tidak sepenuh hati datang ke sekolah. Kini malah ia begitu antusias! Lalu ustadz Amir meminta Umar untuk pindah lagi ke ayat 107 -110 sebagai penutup penampilannya. Maka Umar pun membacanya tanpa satu pun kesalahan.
 
Begitu Umar menyudahi bacaannya, belum juga dipersilakan maka bangkitlah Bakri dari duduknya dan langsung berjalan ke depan dan memeluk Umar. Terlihat rasa bangga yang terpancar dari wajah Bakri usai melihat penampilan buah hatinya. Para hadirin pun menyaksikan bahwa Bakri beberapa kali menyeka air mata yang berderai di pipinya.Seisi ruangan terpukau dengan lantunan Al Quran yang dibacakan dengan suara merdu Umar. Menyudahi suasana yang haru itu, ibu guru membuka tanya kepada Umar, “Mengapa engkau ingin membaca Al Quran untuk ayahmu sedangkan semua temanmu tak ada yang terpikir untuk melakukannya, Umar?”Rupanya Umar pun turut haru usai dipeluk sedemikian hangat oleh sang ayah. 
 
Dengan mata berkaca-kaca Umar berkata, “Ustadz Amir pernah ajarkan aku untuk rajin belajar Al Quran. Beliau sampaikan bahwa orang yang hafal Al Quran membuat kedua orang tuanya mulia di akhirat. Kedua orang tua akan mendapat mahkota dari cahaya dimana cahayanya lebih indah dari sinar mentari dunia… Aku ingin, ayah & ibuku mendapat kemuliaan seperti itu dari Allah Swt karena itu aku belajar menghafal Al Quran bersama ustadz Amir.” 
“Subhanallah….” terdengar suara para ayah berkumandang di kelas itu. Semuanya berkeinginan anak-anak mereka seperti Umar. “Apakah saya boleh bicara?” tanya Bakri kepada para hadirin. Semua orang mempersilakan.
 
“Hmmm…., hari ini adalah hari yang teramat bahagia untuk saya. Anda semua para ayah tak ada bedanya aku rasa. Kita menyekolahkan anak-anak kita di sekolah terbaik seperti sekolah ini. Dengan biaya yang tak murah, dengan segala fasilitas duniawi yang serba ada. Mungkin dibenak kita para ayah adalah jangan sampai anak-anak kita tidak bisa mengejar kemajuan dunia…. Terus terang aku sudah hampir 50 tahun. Aku punya empat orang anak, dan Umar adalah putraku yang terakhir. Dengan ambisi duniawiku, aku sekolahkan ia di sini dengan harapan bahwa ia akan memiliki masa depan gemilang. 
 
Aku tersadar bahwa pemikiran putraku ini justru telah membuat masa depanku gemilang. Ia mempelajari dan menghafal Kitabullah Al Quran agar supaya kedua orang tuanya memiliki masa depan yang gemilang di akhirat! Terima kasih anakku… Maafkan ayah yang lupa untuk mendidikmu untuk mempelajari Al Quran….”Bakri pun lalu memeluk Umar kembali. Keduanya menagis haru, dan seluruh kelas pun hening terdiam menyaksikannya…..!
 
Wassalam,
Bobby Herwibowo —  bersama Pipiet Senja, Suzan Saptono dan Jhanan AW.

Maret 26, 2013

Mengapa Menunda Menikah?

Filed under: Uncategorized — upikjoe @ 9:12 am

Beberapa kali saya bertanya kepada anak-anak muda perkotaan, yang di mata saya tampak sudah dewasa dan mandiri. Mereka telah lulus kuliah dan bekerja di suatu perusahaan. “Mengapa anda tidak segera menikah, sementara usia anda telah dewasa dan anda juga sudah memiliki penghasilan?”

“Saya belum memiliki pekerjaan tetap”.

“Saya belum memiliki penghasilan yang cukup untuk menghidupi keluarga”.

“Saya belum memiliki investasi yang memadai”.

“Saya belum mampu membiayai hidup saya sendiri. Saya khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan nafkah keluarga nantinya”.

“Saya belum siap secara ekonomi….”

Itulah sejumlah alasan yang dikemukakan sehingga merasa diri absah untuk tidak segera melaksanakan pernikahan. Ada perhitungan yang sangat matematis mengenai hidup, bahwa biaya-biaya hidup itu linear, kalau satu orang hidup memerlukan uang satu juta rupiah  sebulan, maka dua orang berarti dua juta, kalau empat orang berarti empat juta rupiah. Ia merasa belum mampu membiayai hidupnya sendiri, maka dipikirnya akan sangat memberatkan apabila ia harus menikah dan menghidupi keluarga.

Gaya Hidup Sinetron

Gambaran hidup seperti apa yang mereka bayangkan? Sinetron sering mengajarkan hidup yang glamour, mewah dan tiba-tiba kaya. Seorang anak muda yang tidak diceritakan bagaimana sejarah dan usahanya, tiba-tiba tampak digambarkan mengendarai mobil mewah, tinggal di rumah tingkat yang luas dan megah, berganti-ganti pasangan, dan lain sebagainya. Apakah kita sekarang tengah hidup di dunia sinetron? Membayangkan menjadi pelaku dalam sebuah sinetron dengan segala kemewahan material yang tidak masuk akal itu?

Tiba-tiba anak-anak muda itu dicekam oleh rasa takut yang amat sangat, bagaimana hidup nantinya jika tidak memiliki cukup materi. Mereka merasa gagal hidup bahagia sejak dari awalnya, hanya karena belum memiliki investasi yang mencukupi untuk menghadirkan kemewahan-kemewahan yang diinginkan. Untuk itulah pernikahan dianggap belum layak dilaksanakan saat ini. Nantilah kalau telah punya rumah sendiri. Nanti sajalah kalau sudah punya mobil Ferrari sendiri. Nantilah kalau tabungan sudah lebih dari mencukupi.

Masyarakat kita terlanjur meletakkan ukuran-ukuran serba-materi dalam menjalani kehidupan. Kesuksesan dan kegagalan tolok ukur utamanya adalah materi. Perbincangan publik berkisar pada aspek-aspek material, dan masih terpaku hanya pada sisi itu saja. Wajar kalau kemudian berpengaruh secara amat kuat pada mentalitas anak-anak muda, ketika akan memutuskan menikah pikiran pertama kali adalah ketersediaan dana dalam jumlah yang cukup bahkan berlebih.

Orang tua dan masyarakat turut memberikan pengaruh tatkala mereka menuntut “pekerjaaan tetap” dan “gaji tetap” kepada calon menantu laki-laki yang datang melamar anak perempuannya. Mereka menanyakan, apa pekerjaan tetapnya, berapa gaji per bulannya, bagaimana nanti memberikan makan isteri dan anaknya? Pertanyaan yang mengarahkan kepada orientasi dan jawaban-jawaban serba-materi.

Tentu saja pertanyaan di atas tidaklah salah, sebab materi memang diperlukan untuk menjalankan kehidupan. Pertanyaan tersebut sah dan benar semata. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah apabila dampak dari pertanyaan dan orientasi materi itu menyebabkan terhambatnya proses pernikahan. Anak muda merasa takut untuk melangkah menuju pernikahan karena belum cukup memiliki jawaban untuk menghadapi pertanyaan calon mertua yang “seperti itu”.  Akhirnya mereka memilih menunda-nunda pernikahan dengan memperpanjang masa pacaran. Dampaknya akan sangat buruk terhadap mereka, karena tidak mampu lagi menjaga gejolak syahwat.

Materi telah berubah menjadi berhala. Seakan-akan materilah yang membuat orang menjadi berbahagia atau celaka. Seakan-akan materi yang menjadi jaminan kebaikan hidup. Berhala materialisme itu disebarkan sebagai sebuah keniscayaan, membuat orang tunduk di hadapannya, takluk tanpa bisa melawan. Membuat masyarakat mengikuti keinginan dan tuntutannya.

Mengapa mau menyerah dan tunduk kepada gaya hidup sinetron?

Miliki Visi

Pernikahan akan berhasil apabila anda memiliki visi yang jelas dan terang benderang dalam kehidupan. Menikah bukan persoalan usia, atau ketersediaan materi, atau sarana kehidupan pada umumnya. Yang sangat penting adalah visi yang kuat dalam diri anda, untuk apa anda berumah tangga, untuk apa anda berkeluarga, untuk apa anda melaksanakan pernikahan?

Jika anda memiliki visi ibadah, maka akan memberikan kekuatan pondasi yang menjadi modal utama dalam kehidupan rumah tangga anda nantinya. Niatkan dengan sangat kuat, bahwa pernikahan adalah ibadah, sebagai sarana melaksanakan ketaatan kepada Tuhan dalam kehidupan. Berbagai persoalan dan permasalahan dalam hidup berumah tangga yang nantinya pasti akan dijumpai, dengan sangat mudah anda lewati bersama pasangan, kika anda meletakkan ibadah sebagai pondasi pernikahan.

Menikah bukan semata-mata melampiaskan syahwat kepada pasangan hidup. Menikah tidak semata-mata menyalurkan hasrat biologis, atau sekedar mengikuti instink kemanusiaan. Lebih dari itu, menikah adalah langkah pasti meretas sebuah peradaban kemanusiaan yang luhur dan mulia. Menikah adalah gerbang memasuki jati diri kemanusiaan yang utuh dan bermartabat. Menikah adalah sarana untuk menguatkan peran-peran sosial dalam kehidupan, bahwa hidup kita tidak sekedar untuk urusan diri sendiri.

Kalahkan orientasi materi dengan kejelasan visi. Enyahkan berbagai ketakutan dan kegalauan hati akibat merasa kekurangan materi, perkaya diri dengan kekuatan visi. Menikahlah dengan visi yang jelas dan benar tentang hidup berumah tangga, bermasyarakat, dan berperadaban. Insyaallah hidup anda akan bahagia.

http://edukasi.kompasiana.com/2013/03/03/mengapa-menunda-menikah-533822.html

Januari 25, 2013

Ilmu Kehidupan

Filed under: Uncategorized — upikjoe @ 4:12 pm

Boleh jadi produknya berbungkusnya label halal, tapi gizinya serendah-rendah kualitas. Bisa juga kubahnya seagung Tajmahal tapi administrasinya tidak lebih rapi dari kantor kelurahan. Atau bacaan Qur’annya semerdu Ghamidi namun analisis psikologinya ngawur tak teruji. Atau slogan gerakannya ‘amar ma’ruf nahyi munkar tapi anak istri pagi sore selalu lapar.

Pada akhirnya itulah tantangan pemuda muslim, institusi, gerakan Islam, bahkan umat Islam secara umum. Memberi solusi setelah mengkhutbahkan materi. Antara keagungan nilai Islam dan manusia-manusia penerjemahnya ke tanah konkrit adalah dua hal yang berbeda. Disini bertebaran titik-titik retak. Namun ia sering tersembunyi dilapisan terdalam. Bukan karena pemuda muslim tidak bersemangat atau tidak berbakat, tapi berserakan persepsi lama yang tidak lagi layak pakai.

 Proyek-proyek kerja umat, atau agenda gerakan Islam bisa jadi bersih dalam motivasi namun lemah dalam takaran ilmiah. Dalam strategi dakwah di kampus; pembuatan isu koran, situs dan TV; persaingan pemilu antara proyek perbaikan Islam menghadapi obsesi penumpuk kekayaan; perumusan sistem pendidikan; perencanaan tata ruang kota dan pembenahan sistem transportasi; atau bahkan pertarungan peradilan melawan koruptor-koruptor negara, ia perlu dikelola oleh manusia-manusia yang tidak hanya rutin salatnya dan suci hatinya, tapi berbasis pengetahuan dan kepakaran.

Persepsi dikotomis antara ilmu dunia dan ilmu akhirat adalah persepsi lama dan sekaligus baru. Lama, karena beberapa ulama, bahkan sekelas al-Ghazâli membagi ilmu menjadi ‘ulûmuddîn [ilmu agama] dan ‘ulûmuddunya [ilmu duniawi]. Ada yang menyebut ilmu-ilmu syari’ah seperti tafsir, hadîst, fiqh dengan nama‘ulûmus syarîf [ilmu terhormat], atau ‘ilmu nâfi [ilmu yang bermanfaat], dan selainnya tidak. Kimia, Geografi, Gizi, Hukum, Logika, Informatika adalah urusan dunia, tidak berhubungan dengan akhirat. Karena memang kata ‘dunia’ berintonasi negatif, hina dalam Qur’an dan Sunnah. ‘‘apakah kamu rela dengan kehidupan dunia dibanding dengan kehidupan akhirat…’’[at-Taubah:38]. Memang seperti itu karakter dunia. Akhirnya, semakin umat Islam itu berorientasi akhirat, semakin ia jauh dari ilmu pengetahuan yang dianggap duniawi. Begitu nasib ilmu non-agama saat dipersepsi duniawi.

Tapi persepsi  ini juga baru, setidaknya di dua abad terakhir, sejak umat Islam berhenti memproduk kreasi di periode akhir Daulah Ustmâniyyah.  Ia baru, karena tidak pernah ada contohnya di masa Rasulullah. Faktanya, generasi sahabat menguasai arsitektur, ekonomi, politik, pertanian, ekspor-impor, administrasi, militer, linguistik, sastra, psikologi. Bahkan nabi-nabi adalah para profesional. Adam adalah petani, Daud pakar industri besi, Nuh arsitek kapal sekelas Titanic, Idris pakar jahit, Yusuf menteri prestatif, Musa pengelola peternakan, Zakaria pakar meuble. Apalagi generasi muslim pasca sahabat yang kian ambisius terhadap ilmu pengetahuan untuk membangun kehidupan mereka.

Maka tidak aneh kalau “Kita tercengang” kata kata François Anatole, seorang penulis Perancis. “saat mengingat keprimitifan kehidupan bangsa Arab zaman jahiliyyahnya yang hanya membutuhkan dua abab untuk mencipta lompatan budaya, dibanding umat masehi yang butuh 1500 tahun untuk membangun peradabannya”.

Generasi pembangun peradaban itu memahami ayat ini “Siapa yang menuntaskan kerja yang baik, laki-laki ataupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami anugerahkan kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami reward mereka dengan sesuatu yang lebih baik dari kerja-kerja mereka’’[an-Nahl:97]. Mereka meyakini, bahwa jika mereka beriman, maka apapun karya yang mereka sumbangkan bagi kemanusiaan, untuk membangun kehidupan manusia yang lebih baik di dunia, maka ia menanti balasannya dari Allah di akhirat. Sehingga ilmu-ilmu pembangun kehidupan itu mereka yakini sebagai ‘ulûm hayatiyyah’ [ilmu kehidupan] yang pasti langsung terkorelasi dengan kehidupan pasca kematian mereka.

Ini adalah filsafat kehidupan, bukan sekedar motivasi membara untuk belajar, yang sangat instan kembali dingin setelah pelatihan. Isi kepala generasi muslim di masa jaya seperti sinar matahari melimpah terangi timur dan barat dengan ilmu kehidupan tapi berotasi pada pusat yang benar dengan ilmu syar’iyah atau ilmu-ilmu yang sumber utamanya Qur’an dan Sunnah.

Ilmu kehidupan adalah nafas umat ini karena, pertama: bahan misi manusia dibumi ini, yaitu menjadi khalifah, penguasa, pengelola, pengembang, pembangun peradaban. Oleh karena itu Allah mengajari Adam semua perangkat itu, ‘‘dan Allah mengajarkan Adam semua nama-nama’’ [al-Baqarah:31]. Ilmu tentang gunung, struktur tumbuhan, kelautan, karakter manusia, kata Ibnu Katsir. Lalu Adam mempresentasikan semua science itu di depan malaikat yang tidak tahu sama sekali. Karena memang malaikat tidak membutuhkannya. Manusialah yang butuh untuk mengelola hidupnya.

Kedua, jika umat Islam mandul ilmu kehidupan ini, mandul karya, mandul produksi, maka dari mana ia mendapat suplainya? Dalam banyak situasi, kebutuhan ini bukan lagi bersifat kerja sama ekspor-impor, tapi ketergatungan yang akut. Dalam pertahanan misalnya, apakah ia akan mengimpor senjata dari Amerika? Atau dari Perancis yang 40% produksinya dihujankan ke warga muslim?

Ataukah tanah gembur negara agraris ini tidak mampu mensuplai perut rakyatnya dengan beras, kentang dan jagung? Atau justru daya kelola yang tidak mampu? Dan ilmu pengetahuan yang membatu?

Dalam laporan World Intellectual Property Indicators tahun 2012, hak Paten Cina mencapai 526 ribu, USA 503 ribu, Israel 6 ribu, sedang Indonesia yang jumlah penduduknya 30 kali Israel angka kreasinya 5 ribu. Apakah tidak pernah ada juara-juara muda olimpiade science dari Indonesia yang mengungguli mereka? Ataukah mereka menghilang ditelan budaya sendiri yang mereduksi potensi? Hidup dalam kenyamanan karir terjauh dari lapangan tantangan pengetahuan?

Tidak, mereka itu akan kembali. Generasi muda muslimnya akan merekonstruksi persepsi. Mencicil cakrawala umatnya dengan ilmu kehidupannya. Perlahan, menerus penuhi kapasitas menuju derasnya kreativitas, agar ada lagi tokoh sekelas Jawaharlal Nehru kembali berkata tentang kita “mereka adalah bapak ilmu pengetahuan modern”.

Rotterdam, 31 Desember 2012

Majalah Intima Edisi Januari 2013
Muhammad Elvandi, Lc.

 Edisi Lengkap Serial Pemuda bisa di akses di website : [elvandi.com]

Older Posts »

Blog di WordPress.com.